Oleh: Achmad Sayyid
Aksi
dan perilaku negatif mulai dari demo anarkis, perkelahian massal, perusakan,
KDRT, tindak korupsi, perilaku a-susila hingga bullying di lembaga pendidikan
merupakan wujud-wujud perbuatan tak terpuji atau lahir dari akhlak tercela.
Sedang akhlak tercela dipastikan berasal dari orang bermasalah dalam keimanan
yang merupakan manifestasi sifat syaitan dan iblis yang tugas utama dan
satu-satunya menjerumuskan manusia agar tersesat dari koridor agama.
Dalam
Al Quran diungkap bahwa Iblis adalah makhluk sombong. Tatkala disuruh Allah
bersujud terhadap Adam, ia menolak dan malah mengatakan “Aku lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api, sedang Engkau menciptakannya dari
tanah” (Qs. Al-A’raf: 12). Iblis pantang bersujud. Allah murka dan menghukumnya
keluar dari surga. Iblis minta waktu untuk menjerumuskan manusia. Peristiwa ini
diabadikan Allah di berbagai surat dalam Al Quran.
Ajaran
Islam tidak membiarkan perbuatan tercela. Nabi Muhammad sendiri diutus dalam
upaya menyempurnakan akhlak manusia. Mukmin adalah yang mempunyai akhlak paling
baik. Dalam kamus bahasa yang mendekati makna akhlak adalah budi pekerti.
Senyatanya di Indonesia budi pekerti bangsa masih menjadi persoalan, hingga
dimunculkan karakter. UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 telah menaruh
perhatian dengan mencantumkan akhlak mulia sebagai suatu tujuan penting dari
sistem pendidikan nasional. Tetapi maraknya kekerasan dan perilaku negatif yang
dilakukan oleh kaum terdidik membuat kita miris dan prihatin. Perbuatan itu
dilakukan orang yang mengaku beragama.
Dalam
Islam disebutkan Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung: wainnaka la
‘ala khuluqin azim (QS Al-Qalam: 4). Akhlak terpuji dicontohkan Nabi
diantaranya, menjaga amanah, dapat dipercaya, bersosialisasi dan berkomunikasi
efektif dengan umat manusia sesuai harkat dan martabatnya, membantu sesama
manusia dalam kebaikan, memuliakan tamu, menghindari pertengkaran, memahami
nilai dan norma yang berlaku, menjaga keseimbangan ekosistem, serta
bermusyawarah dalam segala urusan untuk kepentingan bersama. Keberadaan
Nabi selaku utusan Allah kepada umat manusia pada intinya dapat disimak dari
ucapan beliau: “Sesungguhnya aku (Muhammad) ini diutus ke dunia semata-mata
demi menyempurnakan Akhlak umat manusia” (al-Hadist).
Sabda
Rasulullah tersebut diatas menunjukkan tiada lain bahwa kehidupan manusia ini
semestinya bersandar pada segala perilaku positif dan tindakan terpuji. Itulah
semua bagian dari sebuah akhlak yang mulia. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat
penting, ia merupakan "buah" dari pohon Islam berakarkan akidah
dan berdaun syari’ah.
Pendidikan Karakter yang Beradab
Cendekiawan
Muslim Adian Husaini (2011) mengemukakan bahwa dalam soal pendidikan karakter
bagi anak didik berbagai agama bisa bertemu. Islam, Kristen dan berbagai agama
lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai
kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan,
dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai
nilai-nilai universal yang mulia dan diakui oleh setiap agama.
Berbagai
program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan
Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP),
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), – belum mencapai hasil
optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik serta tidak ada model
perilaku yang jelas dan terterima. Padahal, program pendidikan karakter, sangat
memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan’omongan’, orang
Indonesia dikenal jagonya! Memang kita rasakan, orang Indonesia dikenal piawai
dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UN, mungkin bagus tapi, di
lapangan, banyak yang bisa menyiasati agar siswanya lulus semua yang merupakan
tuntutan pejabat dan orang tua. Guru tidak berdaya. Lebih jauh lagi, kebijakan
sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah
bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu
ilmu. Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini menyuburkan
bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi
dan jabatan tertentu.
Namun,
pendidikan karakter yang mengembangkan nilai-nilai universal tersebut diatas
tidak cukup untuk konteks Indonesia. Hal ini karena kita memiliki nilai-nilai
adat ketimuran dan keagamaan yang demikian kuat dan menjadi ciri khas yang
membedakan karakter orang Indonesia dan bangsa lain. Sebagai contoh,
China mendasarkan pada komunisme dan Negara barat berkiblat pada liberalisme.
Mereka sukses. Kita sendiri sebenarnya memiliki Pancasila dan konstitusi kita
(UUD 45) yang disusun the Founding Fathers sangat cermat mengesankan tingkat
religiusitas yang tinggi dari mereka.
Tentu
karakter manusia Indonesia itu berbeda dengan karakter masyarakat komunis di
Cina dan masyarakat di Barat yang melekat kuat perilaku liberalnya. Disnilah keunikan
masing-masing. Indonesia memiliki nilai tersendiri yang kemudian oleh para
pendiri republik ini berhasil di”satu”kan dalam nilai-nilai Pancasila. Sila
pertama meyakinkan kita bahwa karakter universal yang menjadi tujuan pendidikan
karakter seyogyanya dibarengi dengan nilai-nilai keagamaan yang dimiliki
masing-masing individu.
Sekolah-sekolah
yang melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis keyakinan agamanya
diperbolehkan dan dijamin dalam Negara berdasar Pancasila. Salahsatu penjabaran
dari sila pertama ini maka seorang Kristen membentuk karakter universalnya
melalui dasar keyakinan kristiani, sementara Muslim pun mengembangkan karakter
universalnya melalui inspirasi keagamaan yang diyakininya yakni yang bersumber
pada Al Qur’an dan Al Hadist..
Jadi pendidikan kita itu haruslah
pendidikan karakter yang beradab dengan nilai-nilai filsafat dasar bangsa yang
tersemai dalam Pancasila. Bukan karakter yang didasari nilai-nilai Barat,
Komunis atau sekularistik. Hal ini penting karena pengaruh dan infiltrasi
budaya asing demikian deras mempengaruhi warga bangsa,, padahal nilai-nilai
;uhur bangsa telah teruji menyatukan berbagai komponen bangsa sejak sebelum
hingga masa mengisi kemerdekaan sekarang ini. The Founding Fathers RI telah
berhasil menciptakan karya luar biasa dalam menyatukan bangsa ini melalui
Pancasila. Presiden Soekarno bahkan dengan percaya diri pernah
memperkenalkan keunggulan Pancasila di forum persyarikatan bangsa-bangsa tak
lama setelah Indonesia merdeka dari penjajahan.
0 komentar:
Posting Komentar