Jumat, 25 Januari 2013

Pendekatan Historis Terhadap Gaya Kepemimpinan Umar bin Khottab



A.    Pendahuluan
Umar Ibn Khattab adalah salah satu sosok khulafaur rasyidin yang penuh dengan tindakan controversial. Itulah kenapa sosok Umar selalu menjadi sasaran para biografer untuk menulis biografinya panjang lebar. Husain Haikal adalah salah satu biografer terkenal di Mesir yang menulis biografi Umar dengan sangat cantik sekali, dalam dengan analisa yang mendalam dan kritis. Dibandingkan biografi para khalifah yang lain, biografi Umar
dibuat olehnya dengan bahasan yang amat mendalam. Hal ini sama sekali tidak ada kesan aneh, karena Umar memang melakukan hal-hal yang istimewa, dimana jarang sekali sahabat yang melakukan hal itu. Keputusan-keputusan, kebijakan-kepibajan, fatwa-fatwa,dan gaya kepemimpinan beliau membuat para biorafer berfikir bahwa banyak hal yang harus ditulis dalam buku biografi Umar, seakan butuh berates-ratus halaman hanya untuk menelusuri dan menulis seorang Umar Ibn Khattab.
Para biagrafer yang biasa menulis biografi Umar, pada umumnya melakukan penelitian seluruh aspek dalam sosok Umar, aspek politik, pemikiran, individu dan lain sebagainya. Akan tetapi penulis tertarik untuk melakukan eksplorasi literaratur sejarah khususnya pada karya Husain Haikal tentang gaya kepemimpinan umar. Nampaknya apa yang penulis bidik dalam tulisan ini erat kaitannya dengan aspek politik umar.
Sebagai kholifah kedua, pengganti Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar Ibn Khattab banyak melakukan perubahan-perubahan dalam pemerintahan yang dipimpinnya yang belum pernah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar. Kebijakan-kebijakan controversial, pemikiran-pemikiran progresif, dan gaya kepemimpinan yang unik membuat sosok beliau sangat istimewa. Salah satu gaya ciri kepemimpinan beliau adalah kebiasaannya melakukan ronda malam keseluruh pelosok Kota madinah. Pada suatu malam, ketika beliau ronda malam bersama salah satu sahabt, Umar mendapati sebuah keluarga. Tiba-tiba langkahnya terhenti oleh suara tangisan anak kecil yang merengek-rengek kepada ibunya seraya minta untuk makan malam. Kelihatannya, anak-anak kecil tersebut sudah sekian lama tidak tersentuh oleh makanan. Ibu mereka, yang terdengar oleh Umar sedang memasak, berbicara dengan lembut kepada anak-anak mereka bahwa makanan yang sedang ia masak belum matang, dan akan segera matang. Anak-anak diminta oleh ibunya untuk bersabar menunggu matangnya makanan yang sedang dimasak, sambil menunggunya di kamar tidur, hal ini dilakukan dengan tujuan agar mereka bisa ngantuk dan kemudian tertidur, karena yang sedang ibu tersebut masak bukanlah makanan, tapi beberapa kerikil, jadi sampai kapanpun makanan yang ada di dalam alat masak tidak akan pernah matang. Melihat kenyataan tersebut, Umar dan sahabatnya memustuskan untuk masuk ke dalam rumah seorang perermpuan tersebut. Salampun diucapkan yang kemudian dijawab dengan lembut oleh perempuan tersebut. Umar pun meminta izin untuk tinggal sejenak di dalam rumah perempuan tersebut karena alasan cuaca yang sangat dingin sekali. Perempuan tersebut pun memberikan kepada Umar dan sahabatnya. Detik berganti Menit, menitpun  berganti jam, tidak ada obrolan antara Umar dan perempuan itu. Setelah sekian lama Umar pun memberikan diri untuk bertanya kepada perempuan tersebut tentang kenapa anak-anaknya tidak segera diberi makan. Si perempuan tersebut menceritakan kejadian dan fakta yang terjadi seraya berkata “ini salah Umar, kenapa dia tidur pulas ditengah rakyatnya yang ditimpa kemiskinan”. Akhirnya Umar pun kembali ke rumahnya dan mengambil sekarung gandung dan uang yang kemudian diberikan kepadanya.
Narasi tentang salah satu sifat Umar tersebut di atas membuat Penulis lebih tertantang untuk lebih banyak lagi menguak tentang gaya kepemimpinan Umar. Adapun literature yang akan Muhammad Husain menjadi rujukan Penulis dalam tulisan ini diklasifikasi menjadi dua, yaitu primer yang sekunder. Sumber primer yang akan penulis rujuk adalah buku Umar Bin Khattab karya Muhamad Husain Haikal, sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang terkait dengan biografi Umar bin Khattab.
  
   B.     Paparan data
1.      Ayah Umar
Sebenarnya Khattab ini cerdas, sangat dihormati di kalangan masyarakatnya, pemberani. Dengan tangkas dan tabah ia memimpin Banu Adi dalam suatu pertempuran. Banu Adi ini yang dulu ikut dalam Perang Fijar, yang dipimpin oleh Zaid bin Amr bin Nufail dan Khattab bin Nufail pamannya dan sekaligus saudaranya dari pihak ibu, sebab perkawinan Nufail dengan Jaida yang kemudian melahirkan Khattab. Setelah Nufail meninggal Amr anaknya yang dari ibu lain kawin dengan istri ayahnya Jaida'. Pernikahan demikian biasa dilakukan di zaman jahiliah.
Dari perkawinan Amr  dengan  Jaida'  ini  kemudian  lahir Zaid bin Amr, yang bagi Umar adalah saudara dan sekaligus kemenakan. Usia keduanya berdekatan dan itu pula yang menyebabkan mereka memimpin masyarakatnya dalam Perang Fijar.[1]
Sesudah Zaid meninggalkan penyembahan berhala dan tidak mau memakan makanan kurban untuk berhala itu, kepada masyarakatnya ia berkata: "Allah menurunkan hujan dan menumbuhkan hasil bumi, menciptakan unta supaya kamu urus lalu kamu sembelih untuk yang selain Allah? Selain aku, aku tidak  tahu di muka bumi ini adakah orang yang berpegang pada agama Ibrahim?. Kemudian ia membacakan syair yang mengajak orang membuang cara peribadatan demikian itu.[2] Oleh karena itu oleh Khattab ia dimusuhi dan ditentang keras sekali, didorong pula oleh masyarakat Kuraisy yang akhirnya mengeluarkannya dari Mekah dan tidak diperbolehkan memasuki Mekah lagi. Khattab termasuk di antara mereka yang paling keras dan kejam.
Di antara perempuan yang sudah dikawini Khattab termasuk Hantamah binti Hasyim bin al-Mugirah  dari Banu Makhzum yang masih sepupu Khalid Bin Al-Walid dari pihak ayah. Al-Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum kakek mereka bersama, yang juga pemimpin pemuka pemuka Kuraisy dan salah seorang pahlawannya. Dalam pasukan tentara Banu Makhzum dia juga komandannya, sehingga mendapat gelar sesuai dengan kedudukannya itu. Dengan kedudukannya yang demikian di kalangan Kuraisy, dialah yang telah menasihati kakek Nabi, supaya jangan menyembelih Abdullah anaknya sebagai kurban untuk memenuhi nazarnya, dengan mengatakan: "Janganlah sekali-kali menyembelihnya sebelum kita memberikan alasan. Kalau penebusannya dapat kita lakukan dengan harta kita, kita tebuslah." Dengan kedudukannya itu Hantamah adaiah perempuan yang selalu dekat di mata suaminya dan lebih diutamakan dari istri – istrinya yang lain. Setelah Umar lahir sang ayah merasa sangat gembira dan dibawanya kepada berhala – berhala sebagai tanda kegembiraannya. Kaum fakir miskin di kalangan Banu Adi yang banyak jumlahnya ketika itu diberi santunan berupa makanan.

2.      Umar di Masa Kecil, dan remaja
Dia bernama Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Rabah bin Qurth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Lua. Amirul Mukminin, Abu Hafas al-Qurasyi, al-Adawi, al-Faruq. Umar lahir pada tahun ketiga belas setelah peristiwa tahun Gajah. Dia termasuk orang yang paling mulia  dikalangan suku Quraisy, dia masuk islam pada tahun keenam kenabian. Saat itu ia berusia 27 tahun, sebagai mana ditulis oleh imam adz-Dzahabi.[3] Ia meninggal sekitar tiga hari terakhir bulan Zulhijah 23 tahun setelah hijrah. Tetapi yang masih diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat: ada yang mengatakan dalam usia lima puluh tahun, ada yang menyebutkan dalam usia lima puluh tujuh tahun, yang lain mengatakan enam puluh tahun, ada lagi yang mengatakan enam puluh tiga tahun dan sebagainya. Besar dugaan ia meninggal sekitar umur enam puluhan. Kalau benar demikian berarti ketika ia hijrah umurnya belum mencapai empat puluh tahun. Dan kepastian dugaan ini tak dapat kita jadikan pegangan.
Semasa anak-anak Umar dibesarkan seperti layaknya anak-anak Kuraisy. Yangkemudian membedakannya dengan yang lain, ia sempat belajar baca-tulis, hal yang jarang sekali terjadi di kalangan mereka. Dari semua suku Kuraisy ketika Nabi diutus hanya tujuh belas orang yang pandai baca-tulis. Sekarang kita mengatakan bahwa dia termasuk istimewa di antara teman-teman sebayanya.
Orang – orang Arab masa itu tidak menganggap pandai baca – tulis itu suatu keistimewaan, bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan anak-anaknya dari belajar. Sesudah Umar beranjak remaja ia bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat laindi pinggiran kota Mekah. Sudah kita sebutkan ia bercerita tentang ayahnya serta tindakannya yang keras kepadanya saat ia menggembalakan untanya. Penulis Al-'Iqdul Farid menyebutkan bahwa pada suatu hari Umar berkata kepada an-Nabigah al-Ja'di: Perdengarkanlah nyanyianmu kepadaku tentang dia. Lalu diperdengarkannya sebuah kata dari dia. "Engkau yang mengatakan itu?" tanyanya. " Ya." "Sering benar kau menyanyikan itu di belakang Khattab." Menggembalakan unta sudah merupakan kebiasaan di kalangan anak – anak Kuraisy betapapun tingkat kedudukan mereka.
Beranjak dari masa remaja ke masa pemuda sosok tubuh Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan teman – teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Ketika  Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh  melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: Dia Umar bin Khattab.
Wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali. Sejak mudanya ia memang sudah mahir dalam berbagai olahraga: olahraga gulat dan menunggang kuda. Ketika ia sudah masuk Islam ada seorang gembala ditanya orang: Kau tahu si kidal itu sudah masuk Islam? Gembala itu menjawab: Yang beradu gulat di Pasar Ukaz? Setelah dijawab bahwa dia, gembala itu  memekik: Oh, mungkin ia membawa kebaikan buat mereka, mungkin juga bencana. [4]

3.      Umar di Masa Nabi
Rasulullah saw. juga mendoakan umar bin al-Khattab ra. –atau Abu Jahl bin Hisyam – tapi umar lah yang masuk islam. Ajakan beliau terjadi pada hari rabu, sedang umar masuk islam pada hari kamis. Maka Rasulullah saw. dan seluruh penghuni rumah bertakbir dengan suara takbir yang bisa ku dengar dari dataran tinggi Makkah. Abu al-Arqam keluar rumah sedang dia orang yang buta dan kafir – samil berkata, “Ya Allaj, ampunilah anakku, sihambah yang remeh, al-arqam. Sesungguhnya dia telah kafir.” Uma berdiri seraya berkata, “wahai Rasulullah! Mengapa kita harus menyembunyikan agama kita, sedang kita berada di atas kebenaran? Lalu agama mereka malah di tampakkan terang-terangan, padahal mereka diatas kebatilan?”
Beliau bersabdah, “ Hai Umar! Kita masih berjumlah sedikit. Kamu lihat sendiri apa yang telah kami derita.” Mak Umar berkata! Tiada satu tersisasatu majlis pun yang aku duduki dengan kekafiran, melainkan aku akan menampakkan keimanan didalamnya. Kemudian dia keluar dan berthawaf di Ka’bah. Dia melewati beberapa orang Quraisy yang tengah menunggunya. Abu Jahl bin Hisyam  berkata, “ Si fulan menuduhmu telah keluar dari agama nenek moyang kita!” Jawab Umar, “ Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus utusan-Nya.” Serentak orang-orang musyrik menubruknya, sedang Umar menubruk Utbah dan menduduki dadanya. Dia terus memukulinya dan memasukkan jarinya ke kedua mata Utbah seketika Utbah berteriak kesakitan sehingga orang-orang sama menyingkir hingga umar berdiri.
Maka tiada seorang pun yang mendekati umar melainkan umar akan memberi penghormatan kepada orang yang mendekatinya, sehingga dia membuat orang-orang tidak mampu berbuat apa-apa. Dia terus mendatangi majlis – majlis yang pernah dia ikuti lalu menampakkan keimanan di dalamnya lalu umar kembali kepada Nabi SAW saat beliau berada di tengah – tengah mereka. Demikian tercantum dalam kitab al-Bidayah (juz 3, hal. 30). Al-Hafiz menceritakannya dalah al-Ishabaj (juz 4, hal. 447) dari Ibnu Abu’ Ashim.[5]
Inilah sikap umar yang pertama sepeninggal Rasulullah. Seperti sudah kita saksikan, ini merupakan sikapnya yang sangat bijaksana, berpandangan jauh ke depan dan strategi politik yang baik sekali. Ini jugalah sikapnya dalam mencalonkan pimpinan umat.kemampuanya membuktikan ia dapat mengemudikan Negara yang baru tumbuh ini, dengan tidak menghiraukan kepentingan pribadinya, dan segala pemikirannya hanya ditujukan untuk kepentingan umat dan kedisiplinan yang tinggi.[6]

4.      Umar di Masa Abu Bakar
Ketika datangnya musim panas yang penuh kemenagan itu, Abu Bakar yang telah barusia enam puluh tiga tahun terserang penyakit demam, penyakit demm membuat Abu Bakar sangat kepayahan sehingga dia memutuskan tidak akan menyerahkan segala sesuatunya pada nasib belaka. Dia memanggil enam orang sahabat terkemuka (laki ini termasuk Ali) dan mengusulkan agar Umar dikukuhkan sebagai penggantinya. Ini tidak didasarkan pada ayat Al-Qur’an atau hadits nabi, melainkan pendapat Abu Bakar belaka. Keputusan semacam itu didefinisikan sebagai Ijtihad oleh para ahli hukum islam, para sahabat yang berkmpul mengungkapkan keprihtinan mereka mengenai watak keras dan sikap tegasnya. Hari-hari terakhir Abu Bakar dihabiskan diantara istri-istri dan purinya, Aisyah yang merawatnya sampai akhir.[7]
Ketika Umar secara resmi mengambil-alih kepemimpinan atas urusan umat dari Abu Bakar pada Agustus 634, salah satu tindakan pertamanya ialah memecat Khalid dari jabatan panglima tertinggi, meskipun dia masih dibolehkan memegang komando pasukan yang dia pimpin keluar dari Irak.
Dalam segala hal, Umar bersikap kasar dalam hubungannya dengan penduduk, ini bertentangan dengan fatwa bahwa dia berusaha untuk memimpin sebagai seorang khlifah, bukan sebagai seorang sultan. Bagus jika kita ingat kembali sebagian dari pidato ‘Utbah bin Ghazwan yang bertugas sebagai pejabat di Basrah selama hanya enam bulan.[8]




5.      Umar menjadi Kholifah dimasa pemerintahan dan model kepemimpinannya
Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.
Umar membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin yang luar biasa, seorang ahli strategi dan administrator ulung, serta memberikan teladan persoalan yang luar biasa. Tidak ada orang seperti dia dalam ratusan tahun sejarah barat, meskipun mungkin Giuseppe Garibldi, Abraham Lincoln, dan Cato mendekati aspek – aspek tertentu dari karakternya. Umar secara sadar menghormati peran pendahulunya, Abu Bakar, dengan menempatkan dirinya sebagai penerus bagi Rasulullah pemimpin kaum beriman.[9]
Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As Siddiq. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Keberhasilan Umar radiyallahu’anhu pada masa kekhilafahannya merupakan sebuah kemajuan yang mampu membuka pintu-pintu perluasan daulah islamiyyah, oleh karena itu penulis membagi Kebijakan Politik dan Kemajuan Pada Masa Pemerintahan dan gaya kepemimpinan Umar bin Khatab kepada kedua bagian yaitu:
1.      Aspek Internal
Kebijakan politik  umar untuk  memperlakukan semua elemen masyarakat dalam  kerangka keadilan dan mengawasi semua pejabat agar tidak melakukan KKN, seperti kisah ‘Iyad bin Ghonam mantan gubernur mesir yang berkhianat. Maka dalam hal ini Umar menyampaikan pada para pejabatnya,  “perlakukanlah semua orang di tempat kalian itu sama, yang dekat seperti yang jauh  dan yang jauh seperti yang dekat. Hati-hatilah terhadap suap dan menjalankan hukum karena hawa nafsu dan bertindak diwaktu marah.tegakkan dengan benar walaupun sehari hanya sesaat”
Prinsip politik islam yang kuat dipegang Umar adalah syura, keadilan, kesetaraan, dan kebebasan. Adapun system kekuasaan polotik, masih meneruskan kreasi sistem yang dibuat Abu Bakar. Kebijakan Abu Bakar sesudah di baiat, tidak ingin ia meninggalkan apa pun yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, dan tidak akan melakukan tindakan apa pun yang tidak dilakukan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, perintah pertama yang dikeluarkanya dalam pemerintahannya ialah meneruskan pengiriman pasuka yang sudah disiapkan Rasulullah dengan pimpinan Usamah bin Zaid untuk menyerbu Rumawi di Syam. Sejak masa Rasulullah dulu kaum muslimin memang sudah tidak puas dengan perintah ini, sebab Usamah masih terlalu muda dalam usianya yang belum mencapai dua puluh tahun itu. Yang membuat mereka lebih tidak puas karena dikhawatirkan Medinah akan terperangkap ke dalam bahaya kalau Medinah ditinggalkan pasukan ini; orang – orang arab akan menyerbuhnya dan akan merongrong kewibawaanya. Mereka berkata kepada Abu Bakar: “Mereka (yakni pasukan Usamah) Muslimin pilihan,dan seperti anda ketahui, orang – orang arab sudah memberontak kepada anda. Maka semestinya mereka terpisah dari anda. “ Abu Bakar menjawab dengan cukup bijak: “demi yang memegang nyawa Abu Bakar, (suatu pernyataan sumpah yang biasa diucapkan pada masa itu, maksudnya” Demi Allah,) sekiranya ada serigala akan menerkam saya, niscaya akan saya teruskan pengiriman Usamah ini, seperti yang sudah diperintahkan Rasulullah SAW. sekalipun di kota ini sudah tak ada orang lagi selain saya, tetap akan saya laksanakan.[10]

Sistem politik tersebut dibagi kepada tiga isntitusi utama:
a.             Institusi para umara atau pemimpin. Mereka adalah pionir-pionir Islam dari Muhajirin. Mereka jugalah yang dikatakan Rasulullah SAW sebagai sepuluh orang yang dijamin masuk surga.
b.            Institusi Nuqaba Itsna ‘Asyar yang artinya institusi 12 wakil, atau disebut juga wuzara mereka itulah orang-orang anshar yang telah dipilih Rasulullah SAW setelah untuk membuka dakwah di Madinah.
c.             Institusi Majelis Syuro yang berisi 70 anggota. Mereka biasa berkumpul di sekitar Masjid Nabawi dalam waktu tertentu untuk memecahkan urusan-urusan Negara yang strategis.
2.      Aspek Eksternal
Meskipun patut di hormati, Umar adalah orang yang hamper mustahil untuk di cintai. Dia menuntut standar tertinggi dari rakyatnya karena dia pun tidak meminta keringanan bagi dirinya . meskipun ia seorang khalifah, pemimpin yang diakui oleh sebuah kerajaan yang sangat cepat besar, dia merasa berhak untuk hanya memiliki dua baju setahun, satu untuk musim panas, satu untuk musim dingin, dan uang yang sekadar cukup bainya untuk mengerjakan haji serta member makan keluarga dan tamu – tamunya dengan pesta tradisional ala badui. Seperti Nabi dan Abu Bakar, ia menyimpulkan bahwa sesuatu yang berlebihan kemugkinan besar akan mengalihkan orang dari hubungan sejati dengan tuhan.[11]
Adapun kemajuan di bidang eksternal ialah banyak terjadi perluasan wilayah dan pengembangan daerah-daerah. Dalam pemerintahan Umar bin Khattab, beliau melanjutkan pengembangan islam yang sudah dilaksanakan. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Bakar,  membuka jalan bai Umar untuk menggiatkan lagi usahanya, sehingga mendapatkan kemenangan atas tentara Romawi di Ajnadin pada tahun 16 H/636 dan beberapa kota di pesisir Syiria dan Palestina, seperti Jaffa, Gizer, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askolan dan Beirut. Kemudian Umar menaklukan ke Baitul Maqdis. Kota ini dapat ditundukkan pada tahun 18 H/638 H dengan diserahkan sendiri oleh Patriak kepada Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan perluasan dan pengembangan Islam ke Persia yang sudah dimulai sejak zaman Abu Bakar. Pasukan Islam dalam perluasan daerah ke Peersia ini di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Berturut – turut dapat ditaklukan beberapa kota, yaitu kadesia tahun 16 H/636 M, Jalalu tahun 17 H/638 M, Madain tahun 18 H/639 M dan Nahawand tahun 21 H/642 M.[12]
Dalam kondisi apapun, hal ini harus dipertimbangkan: yaitu, ketika umar mengambil alih kekuasaan khilafah, dia mewajibkan untuk memperluas penataan administrative pemrintahan yang baru. Penaklukan – penaklukan dan perluasan yang selanjutnya maupun berbagai perjanjian peperangan dan perdamaian, memaksanya untuk memalsukan beberpa hukum agar bisa menjalankan urusan – urusan. Tindakan – tindakan ini disebutkan oleh Kattani dalam buku taratib al-Idariyyah (pengaturan – pengaturan administratif).
Bagi Umar sudah menjadi kewajiban seorang politikus mempertimbangkan segala peristiwa yang terjadi disekitarnya. Diantara sekian banyak peristiwa itu adanya perbedaan pendapat antara Muhajirin dengan Anshar, yang pada masa rasulullah tidak tampak, seperti yang kemudian terjadi di Saqifah, dan pembangkangan orang – orang arab terhadap kekuasaan madinah tidak setaam pemberontakan baru setelah tersiar berita tentang kematian Rasulullah di segenap penjuru Semenanjung Arab. Kaum muslimin waktu itu sangat menaati segala perintah rasulullah dengan sungguh – sungguh dan penuh keimanan. Umar begitu keras dalam membela pendapatnya itu sehingga kata-katanya yang begitu tajam ditunjukan kepada Abu Bakar.[13]




   C.    Analisa
Setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah dan penduduk madinah mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, ia mengirimkan wakil-wakilnya untuk memungut zakat seperti yang berlaku dimasa nabi. Hal ini tidak diterima baik oleh orang – orang Arab itu dan merasa tidak senang, sebab menurut anggapam mereka, ini berarti mengurangi kemerdekaan politik dan kebebasan mereka sebagai warg. Mereka bersikeras menolak. Kemenagan inilah yang telah melapangkan jalan sampai terwujudnya persatuan politikdi negeri – negeri arab.
Sesudah Umar memegang pimpinan menggantikan Abu Bakar, perhatiannya dicurahkan untuk mengatur persatuan itu demikian rupa sehingga tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa dalam revolusi rohani yang agung itu dialah mahkotanya, dan dalam sendi – sendi pemerintahan yang kuat di dunia dialah penegakanya, pada masa itulah islam mulai tersebar dan menjadi stabil.
Salah satu ciri utam pemikiran khalifah yang kedua adalah bahwa ia menganggap dirinya berhak atas otoritas yang luas sebagai penguasa. Dia memberikan hak yang khhusus bagi dirinya sendiri, bukan hanya urusan – urusan politik dan pemerintahan, tetapi juga dalam hal perwakilan ketuhanan dan menetapkan hukum. Dengan bersandar pada otoritas yang sama di masa khilafahnya, umar melakukan berbagai inovasi dan perubahan, dan tidak berpikir bahwa dirinya wajib atas apapun kecuali memiliki suatu pengetahuan umum tentang al-Quran dan syariat. Dalam kasus – kasus tertentu, jika ia merasa dirinya tidak mampu, dia akan melakukan konsultasi dan musyawarah dengan para sahabat untuk menyelesaikannya. Usaha Umar dalam memburu pengetahuan membuatnya sejak mudanya ia memikirkan nasip masyarakatnya dan usaha apa yang akan dapat memperbaiki keadaan mereka. Ini juga kemudian membuat nya bangga, bersikeras dan menjadi fanatikdengan pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin dicapainya itu. Ia tidak mau dibantah atau berdebat. Karena sikap keras dan ketegaranya itu sehingga dengan fanatiknyaia berlaku begitu sewenang-wenang. Ia akan mempertahankan pendapatnya dengan tangan besi dan dengan ketajaman lidahnya. Tetapi yang demikian ini buka tidak mungkin akan mengubah pendapat orang lain yang dihadapinya untuk menjadi bukti kuat dalam pembelaanya dan untuk mematahkan alas an lawan.

    D.    Kesimpulan
Keberhasilan 2 Khalifah’urasyidin ini merupakan bagian dari keberhasilan yang telah dicapai oleh pendahulunya yaitu Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam dan membangun sebuah Negara. Dan dari banyaknya kemajuan yang didapat pada masa Abu Bakar dan Umar bun Khatab di atas hanya sekedar bagian kecil yang mampu di sampaikan dalam makalah singkat ini, dan penulis merasa masih banyak kemajuan dan kebijakan politik mereka yang sangat berpengaruh pada perkembangan Islam pada masanya hingga masa kini. Karena yang menjadi dasar penting dalam kepemimpinan mereka adalah keimanan serta prinsip keadilan serta system musyawarah yang menjadi jalan menuju kemaslahatan umat.
Sungguhpun begitu perbedaan pendapat orang terhadap pendapat – pendapat Umar serta politik dan kebijakanya itu tidak berubah bahwa dia tak pernah terbawa oleh nafsu dan tidak pernah melawan ahti nurani dari pribadinya. Ia sangat cermat mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya, mengadakan introspeksi setiap ia melakukan suatu kepemimpinannya.
Inilah lukisan selintas tentang gaya kepemimpinan Umar dan segala tindakanya, yang saya harapkan dapat terungkap dengan sejelas-jelasnya. Lukisan ini memperlihatkan kepada kita tentang pengaruh pribadinya yang begitu kuat dalam membangun imperium besar dalam waktu singkat, dan akan terlihat apa sebab tokoh besar ini namanya tetap kekal dalam sejarah, menjadi buah bibir orang dengan penuh rasa hormat dan kagum, generasi demi generasi, di barat dan di timur.



Daftar Pustaka

Muhammad Husain Haekal, 2007; Umar bin Khattab Sebuah Telah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu, Bogor, PT. Pustaka Literature AntarNusa
Biografi Muhammad,2006; Para Pewaris Muhammad, Yogyakarta. PT Diglossia Media
Rasul Ja’fariyan, 2006; Sejarah Khilafa, Jakarta. PT Al-Huda
Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi,2004;  Kisah-Kisah Teladan Sahabat Nabi, Yogyakarta. PT Mitra Pustaka
Imam As-Suyuthi, 2003; Tarihk Khulafa’, Jakarta. PT Pustaka Al-Kautsar
Drs. Ma’ruf Misbah DKK, 1984 Sejarah Peradaban Islam, Semarang. CV  Wicaksana


[1] . Haekal Muhammad Husain, Umar bin Khattab. Hlm 10
2. Dalam   hal   ini   banyak   syair  yang  dikutip   oleh   penulis   al-Agani   (Abul-Faraj   al-
Asfahani)  dihubungkan  kepada  Zaid  bin  Amr. juga oleh  Ibn  Hisyam  dalam  as-Sirah  dan
yang  lain.   Dua  bait  sajaknya  yang  kita  catat  dalam  bab  ini  dari  antara  sckian  banyak
sajaknya  itu,  yakni:
Kuserahkan  diriku  ke  tempat  awan  menyerahkan  dirinya
Yang  membawa  air  sejuk  dan  lezat
Kuserahkan  diriku  ke  tempat  bumi  menyerahkan  diri
Yang  membawa  batu-batuan  yang  berat-berat
Diratakan  dan  ditancapkan  gunung-gunung  di  alasnya.
Penulis   al-Agani   itu   menceritakan  dengan  menggunakan  suatu   pegangan  bahwa  Sa'id
bin  Zaid  bin  Amr  dan  Umar  bin  Khattab  bertanya  kepada  Rasulullah  Sallallahu   'alaihi
wa  sallam  tentang  Zaid  ini  yang  dijawab:  "Pada  hari  kiamat  ia  merupakan  satu  umat
tersendiri."

[3] . Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, Hal. 119
[4] . Ibid. hlm. 12
[5] . Syekh Muhammad yusuf al-kandahlawi, kisah-kisah teladan sahabat nabi. Hal.143-144
[6] . ibid, Husain Haekal. Hal 70
[7] . biografi Muhammad, Ahmad Asnawi ”Para Pewaris Muhammad”. Hal,157
[8] . Rasul Ja’fariyan, sejarah Khilafa. Hal, 80
[9] . Ibid, Hal 159
[10] . Ibid, Husain Haekal. Hal 72
[11]. Ibid, Hal 160
[12]. Drs. Misbah Ma’ruf DKK, Sejarah Peradaban Islam, Hal 9
[13] . Ibid, Rasul Ja’fariyan, Hal 107

0 komentar:

Posting Komentar